Tuesday, January 31, 2017

suka berpetualang, perlukah bergabung dengan mapala?

Kalo aku sih, NO. 😆

Semenjak heboh kasus tiga orang mahasiswa meninggal di Mapala UII saat sedang mengikuti pendidikan dasar (diksar). Saya jadi banyak membaca komentar orang-orang di media sosial. Ada yang memang dia anak Mapala, ada juga yang bukan anggota Mapala. Komentarnya tentu bermacam-macam. Ada yang pro, ada yang kontra. Tentunya, yang pro kebanyakan adalah anggota Mapala, yang kontra ya sudah pasti lebih banyak masyarakat awam yang memandang kegiatan mapala (yang sebagian besar) seperti naik gunung itu adalah buang-buang waktu dan kerjaan orang stress. 

"Mending sekolah yang bener lalu nyari kerja nyari duit, lebih berguna," kira-kira gitu, lah, ya. 

Saya sendiri sih meskipun belum mengetahui betul apa yang terjadi saat diksar Mapala UII, fakta bahwa ada peserta yang meninggal sampai tiga orang bukan hal yang main-main lagi, kalau ga boleh dibilang PARAH BANGET. Setau saya, Pendidikan Dasar Wanadri aja yang bisa memakan waktu sampai 3 minggu untuk latihan survival di hutan engga pernah sampai memakan korban jiwa sampai segitu banyaknya. Ini diksar yang bahkan ga sampai seminggu, tapi kok bisa banyak korban? Apa yang salah? 

Gue ga tahu, bro..

*salahkan saja oknum 
*oknum is always the bad guy
*oknum is the new bastard
*oknum adalah koentji   
*ok gw ga komen lagi
*Takut disambit anak Mapala 
*dibilang sotoy 
*aku mah apa?
*cuma pacet di semak-semak