Tuesday, May 26, 2015

fear him, whom you hate

Satu waktu, Ummar bin Al-Khattab, si mantan pemabuk yang insyaf pernah bilang, "Ucapan itu ada empat jenis," tuturnya. 

"Pertama, membaca Alquran," lanjut dia. Tapi terus terang saja, baca Alquran sering membuatku mengantuk dan bosan. Aku lebih suka membaca tafsir atau membaca sejarah riwayat dan literatur perjalanan para nabi dan istri, the do's and don'ts, what's right and what's not, the why, the who and how? Apakah aku berdosa? Aku tidak tahu. "Kedua, membaca hadits nabi, ketiga membaca ucapan-ucapan penuh hikmat dari para ulama. Keempat, berbicara hal yang penting dalam soal keduniaan. Selain itu, coba kau ingat kawan - semuanya hanya sampah belaka." Tentu aku tidak mendengarnya bicara secara langsung, tapi kurasa ada penekanan intonasi nada yang mengandung banyak arti saat dia mengucapkan kalimat terakhirnya. 

*Kutipan ini ditulis sambil mendengar ocehan serampangan tentang teman yang melepas jilbabnya, tentang aku yang belum juga mau memakai jilbab, tentang melecehkan iman orang lain, tentang kebiasaan buruk seorang teman, tentang artis yang kawin lalu cerai, lalu kawin lagi, lalu cerai lagi, tentang prilaku dan korelasinya dengan frekuensi shalat -- tentang dunia dan segala keburukannya. 

Aren't you tired, people? Seriously, aren't you? 

...

Thursday, May 21, 2015

anjangsana

All journeys eventually end in the same place, home. - Chris Geiger 

Hampir tengah malam keretaku tiba di stasiun Lempuyangan. Kereta kelas ekonomi dengan kursi tegak yang cukup membuat leherku pegal. Tapi tak mengapa, yang penting aku sudah tiba dengan selamat di Yogyakarta. Agak sempoyongan aku berjalan dengan carier 36 liter di punggungku dan day pack 14 liter yang kugantungkan di lengan. Setengah mengantuk, sepanjang jalan aku tertidur dan baru terbangun di stasiun Wates. 

Perjalanan ini sudah cukup lama kurencanakan, hampir dua minggu lalu. Aku ingin mendaki Merapi, lagi.  Sepanjang perjalananku mendaki gunung, rasa-rasanya hanya ada dua gunung yang -- aku-akan-sangat-mau-sekali -- untuk kembali kesana lagi, yakni; Rinjani dan Merapi. Aku suka puncak Merapi, lalu Pasar Bubrah, ahh.. sudah tak sabar rasanya. 

Sebelum mendaki Merapi, aku menyempatkan diri mengunjungi pantai Parang Endog dan tempat yang saat ini cukup populer di Jogja, namanya Kalibiru. Di jalan menuju Parang Endog, kami mampir ke Gumuk Pasir. Kami tidak berlama-lama disana, panasnya sinar matahari yang menyengat tepat pukul 12 petang di atas gurun pasir membuat kami semua kepanasan. Gumuk ini tersusun dari material pasir hitam gunung Merapi yang hanyut terbawa aliran sungai Oyo dan Opak. 

Tidak jauh dari Gumuk Pasir, dengan mengendarai motor kami tiba di Parang Endok. Pantai ini adalah sisi pantai terujung dari Pantai Parangtritis. Karena letaknya yang di ujung pula, maka pantai ini belum terlalu kotor karena tidak terlalu banyak didatangi oleh turis. Kami beristirahat sejenak, duduk di tebing berbatu sembari menikmati senja yang kekuningan lalu perlahan berubah menjadi ungu dan kemudian memekat. 

Hari Sabtu pukul delapan malam kami tiba di New Selo, perhentian terakhir sebelum mendaki Merapi. Ada yang aneh, banyak sekali pendaki yang turun seperti tidak jadi mendaki. Setelah bertanya sana-sini ternyata ada seorang pendaki yang terjatuh di kawah Merapi sore tadi. Gunung Merapi untuk sementara ditutup karena itu banyak pendaki yang ditolak di basecamp. Dengan sedikit kecewa aku terduduk di New Selo. Beberapa anggota Basarnas nampak hilir mudik. Namun akhirnya pukul 00.30 aku dan beberapa orang temanku tetap memutuskan untuk naik meski setelah hasil lobi-lobi, kami hanya diizinkan naik  sampai pos 2. Tak apalah, daripada percuma. 

Pukul empat pagi kami sudah tiba di pos 2. Dengan mata menahan kantuk karena tidak sempat tidur sejenak, kami akhirnya memutuskan untuk tidur beralaskan tanah di pos 2. Kami memang tidak merencanakan untuk camping sehingga kami tidak membawa tenda ataupun sleeping bag. Sepanjang mataku menatap, bintang berhamburan dengan kerlipnya yang gemilap. Ini dia hotel berbintang yang sebenar-benarnya. Hampir pukul lima pagi aku akhirnya memutuskan untuk menyusup ke Pasar Bubrah. Tepat ketika matahari memunculkan wajahnya aku sudah tiba di sana. 

Bubrah, menawan seperti biasanya. Hamparan batu yang membentuk lembah nan megah dan itu dia.. puncak Garuda yang menyembul di antara awan dengan gagah di atas Bubrah yang membuatku gentar, komposisi mengagumkan dari si maha akbar. Sinar matahari membelah memecah ruah di udara. Ini pagi di Bubrah yang luar biasa indah. Aku tidak mendaki ke Barameru, area puncak Merapi. Selain karena memang dijaga ketat oleh Basarnas, minatku pun hilang sudah setelah mendengar kecelakaan yang menimpa pendaki malang itu. 

Tahun 2013 ketika untuk pertamakalinya aku mengunjungi Merapi, aku memang sampai ke puncak, tapi aku tidak berminat untuk mendaki puncak Garuda untuk sekadar berfoto di atasnya. Merapi memang indah, tapi dia tidak cukup ramah. Aku berbalik memunggungi puncak Merapi. Melambaikan tangan, sudah saatnya turun kembali pulang. Puncak itu masih tegap menjulang disana, seperti menatapku, menantang, tapi.. bukankah kembali pulang adalah tujuan dari semua perjalanan?

...

parang endog parangtritis
puncak merapi barameru bara meru pasar bubrah

Monday, May 4, 2015

there is always something good in every may

Hello May! Bulan kelima di tahun 2015. Tahun lalu di bulan ini saya baru saja turun dari Rinjani dan sedang bersiap untuk mendaki Kerinci, tahun ini frekuensi naik gunung agak sedikit berkurang, musim penghujan yang tak kunjung selesai, ditambah pekerjaan yang membludak membuat saya berpikir ulang untuk melakukan pendakian di gunung-gunung yang cukup jauh. Tapi di akhir April saya memutuskan untuk mengambil jatah cuti dan pulang ke Bandung. Ada banyak tempat di Bandung yang bisa kamu kunjungi. Well.. daripada kamu repot-repot mencari info dan membuat rencana untuk mengunjungi Tebing Keraton -- yang sungguh sangat standar pemandangannya dan ramainya bukan main, saya sarankan kamu untuk mengunjungi:

1.  Gua Pawon atau Guha Pawon.
Sebenarnya sudah lama sekali saya penasaran dengan tempat ini, sebagai urang bandung asli -- meski sanes urang sunda asli :-P -- saya merasa berkewajiban untuk menyambangi tempat ini. Gua Pawon terletak di Bandung Barat, tepatnya di Cipatat berdampingan dengan Gunung Masigit. Dari Pasteur jaraknya hanya sekitar satu jam saja untuk menuju kesana. Ketika sampai disana, saya langsung terpana melihat kegagahan Gunung Masigit. Rasanya pingin langsung mendaki sampai ke atas, sayangnya saat itu niat saya cuma jalan-jalan memakai sandal cantik. Gunung ini juga sering dijadikan spot untuk wall climbing.

Gunung Masigit yang ganteng dan gagah perkasa
Gerbang Gua Pawon. Lets go!
Di sini ada dua spot yang bisa kamu kunjungi, yang pertama adalah Gua Pawon yang kedua Taman Batu atau Stone Garden. Saya sih lebih suka Gua Pawon daripada Stone Garden. Kalau kamu termasuk pejalan yang sering mendaki gunung pasti kamu akan merasa bosan di Stone Garden. Dari Gua Pawon, kamu cukup membayar Rp. 4.000,- untuk masuk ke area Stone Garden. Letaknya tidak jauh dari Gua Pawon, cukup mendaki sekitar 300 m dan kita akan sampai di Stone Garden. 

Di Gua Pawon ini juga konon untuk pertama kalinya ditemukan manusia purba yang kemungkinan besar adalah nenek moyangnya orang Sunda. Ketika kita menginjakan kaki ke dalam langsung tercium sengit bau pesing kelalawar. Banyak orang memakai masker karena baunya yang cukup menganggu, tapi lama-lama sih baunya jadi biasa aja, jadi saya sih cuek saja berlama-lama di dalam tanpa memakai penutup hidung.

PS. yang pakai baju kuning itu galaknya bukan main, marah-marah terus karena dipaksa jadi model, tapi berkat kecantikanku akhirnya dia mau..



2. Warung Salse 
Okay. Bandung tentunya tidak lepas dari wisata kulinernya dan nongkrong-nongkrong di cafe-cafe yang instagramable haha. Atas rekomendasi teman saya, kemarin saya mendatangi satu tempat makan di daerah Dago Giri, tepatnya di Jalan Dago Giri No. 101, kamu bisa masuk melalui komplek PPR ITB Dago. Letaknya tidak jauh dari Cafe Lawang Wangi. Sepintas memang bangunannya unik, full dengan kaca. Harga makanannya juga tidak mahal-mahal amat, berkisar antara 20-35rb dan minumannya sekitar 20-25rb. Rasanya juga lumayan enak, saya pesan spagheti godog -- yang sayangnya lupa difoto karena saya sudah sangat laparrr -- rasanya err ya kaya mie godog tapi memakai bahan pasta spagheti. 



3. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango 
Eh.. ini bukan di Bandung ya? Gimana ya udah ketulis.. seperti kita semua sudah tahu, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango atau biasa disingkat TNGGP ini letaknya ya dekat Sukabumi, kalau dari Bandung ya bisa naik bus atau atau naik angkutan sejenis ELF, jalur aksesnya ada tiga; via Cibodas, Putri, atau Salabintana. Jalur paling mainstream sih jalur Cibodas, paling sepi Salabintana karena pacetnya luar biasa mengerikan. Pendakian kali ini saya berangkat bersama teman-teman lama saya melalui jalur Cibodas. 

Terhitung sudah 3 kali saya mendaki TNGGP, tapi sejujurnya TNGGP tidak pernah jadi favorit saya. Bersebrangan dengan Soe Hok Gie yang menasbihkan kecintaan dalam puisinya "Kucinta kau Mandalawangi.." saya sih kurang suka dengan gunung ini, selain karena jalur batu yang licin dan terjal, menurut saya gunung ini ehehee.. nggak ada indah-indahnya. Ups. Jika kamu ingin mendaki Kerinci, atau Raung, atau Dempo, mungkin TNGGP bisa jadi latihan untuk simulasi pendakian selain persiapan fisik. Selain itu yang paling minus buat saya adalah betapa kotornya gunung ini. Sampah menumpuk dimana-mana, di berbagai spot, belum ditambah kotoran para manusia yang benar-benar malas untuk menggali lubang sedikit saja atau melipir ke semak-semak. Oh ya di gunung ini pula untuk pertama kalinya saya shalat menyembah kotoran manusia. *baca Al-Fatihah sambil nangis*

Ini kisahku ketika naik gunung... aku yang motonya.. *sedih*